Beranda | Artikel
Hasil dari Nikah Antaragama
Selasa, 9 Agustus 2022

Assalamu’alaikum ustadz, saya mau bertanya. Saya mempunyai tetangga, mereka adalah pasangan suami istri tetapi berbeda agama, suami Islam dan istrinya Kristen. Lantas bagaimana nasib anak yang mereka lahirkan? Apakah si anak tetap mengikuti agama keduanya atau menunggu dewasa untuk berpindah agama? Mohon penjelasannya!

08564217xxxx

Jawab: 

Dalam pertanyaan di atas ada dua masalah yang perlu dijelaskan yaitu status pernikahan kedua orang tua tersebut dan status anak hasil pernikahannya.

Memang Islam mengesahkan pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.” (QS. al-Maidah: 5)

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) boleh dinikahi oleh laki-laki muslim berdasarkan ayat ini. (Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 14/91)

Yang dimaksud di sini, seorang pria muslim dibolehkan menikahi wanita ahli kitab, namun bukan wajib dan bukan sunah, cuma dibolehkan saja. Tentunya sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah. 

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pernikahan dengan wanita ahli kitab di sini yaitu:

  1. Lelaki muslim tersebut agamanya baik dan diyakini akan mampu tidak tergoda sehingga murtad.
  2. Lelaki tersebut mampu menjadi pemimpin rumah tangga dengan baik sehingga mampu menjaga agamanya dan agama keturunannya.
  3. Wanita ahli kitab di sini yang dimaksud adalah wanita Yahudi dan Nasrani. Agama Yahudi dan Nasrani dari dahulu dan sekarang dimaksudkan untuk golongan yang sama dan sama sejak dahulu (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu wahyu mereka telah menyimpang.
  4. Wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya.

Catatan penting di sini, jika memang laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita ahli kitab, maka pernikahan tentu saja bukan di gereja. 

Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim hafizhohullah dalam Kitab Adhwaul Bayan (yang di mana beliau menyempurnakan tulisan gurunya, Syekh asy-Syinqithi), memberi alasan kenapa dibolehkan jika pria muslim menikahi wanita ahli kitab. Di antara alasan yang beliau kemukakan: Islam itu tinggi dan tidak mungkin ditundukkan agama yang lain. Sedangkan keluarga tentu saja dipimpin oleh laki-laki. Sehingga suami pun bisa memberi pengaruh agama kepada si istri. Begitu pula anak-anak kelak harus mengikuti ayahnya dalam hal agama. (Adwaul Bayan 8/164-165) 

Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) yang disebut wanita musyrik haram untuk dinikahi. Hal ini berdasarkan kesepakatan para fuqaha. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. al-Baqarah: 221) (Lihat al-Mawsu’ah al-Fiqhiyah, 2/13333, index “Muharromatun Nikah”, poin 21)

Menurut para ulama, laki-laki muslim sama sekali tidak boleh menikahi wanita yang murtad meskipun ia masuk agama Nasrani atau Yahudi kecuali jika wanita tersebut mau masuk kembali pada Islam. (Lihat al-Mawsu’ah al-Fiqhiyah, 2/13334, index “Muharromatun Nikah”, poin 22) 

Sedangkan status anak yang lahir dari pernikahan ini tidaklah diberi kebebasan memilih agamanya. Tapi anak harus mengikuti agama ayahnya yaitu Islam, sebab nasab sang anak kembali kepada bapaknya, sebagaimana disampaikan imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (12/117). 

Dengan demikian jelaslah anak tersebut mengikuti bapaknya dalam agama secara otomatis dan tidak mengikuti agama ibunya hingga dia murtad dari agama bapaknya. Hal ini didasari oleh alasan berikut: 

  1. Agama Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

الإِسْلاَمُ يَعْلُو وَلاَ يُعْلَى

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.” (HR. al-Bukhari)

Dengan demikian agama sang bapak mengalahkan agama si ibu, sehingga anak ikut agama bapak.

  1. Agama Islam adalah satu satunya agama yang diridhai Allah, seperti yang dijelaskan Allah dalam firmanNya: 

إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ الإِسْلآم

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imron: 19)

Sehingga dengan Islam, dirinya akan memperoleh kebahagian, kesejahteraan, dan keridhaan, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dirinya akan terselamatkan dari pembunuhan, perbudakan, dan pembayaran jizyah. Sedangkan di akhirat, dirinya akan terselamatkan dari murka dan azab Allah yang pedih.

  1. Islam saja menghukumi laqith (anak yang ditemukan dan tidak diketahui nasabnya) di wilayah Islam sebagai muslim, meskipun di wilayah tersebut ada juga penduduk yang kafir. Sehingga laqith tersebut diminta menjadi muslim dan jika menolak, maka dihukumi murtad yang wajib dibunuh sebagaimana hal ini juga berlaku pada anak-anak kaum muslimin yang keluar dari agamanya. Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: 

مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ

“Siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah.” (HR. al-Bukhari)

Dengan demikian jelaslah bahwa anak tersebut dihukumi muslim dan dilarang mengikuti agama ibunya dan bila tetap bersikukuh mengikuti agama ibunya maka dihukumi murtad dan berlaku hukum-hukum murtad dalam Islam.

Wabillahittaufiq.

Dijawab oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/39016-hasil-dari-nikah-antaragama.html